Balai Kesenian Tapol Savanajaya: Jejak Sunyi di Dataran Waiapo

Balai Kesenian Tapol Savana Jaya

“Di tanah yang dulu menyimpan luka, kini berdiri tegak saksi bisu: balai kesenian. Ia tak bersuara, tapi setiap kayu dan temboknya menyimpan gema Pramoedya Ananta Toer dan suara-suara yang pernah dibungkam.”

Di pinggiran dataran Waiapo, di tengah desa kecil Savanajaya yang hening dan penuh kenangan, berdiri sebuah bangunan sederhana namun bermakna: Balai Kesenian Savanajaya. Tempat ini bukan sekadar ruang kosong berdinding kayu dan berlantai biasa. Ia adalah artefak sejarah hidup — warisan dari masa kelam, ketika suara dibungkam dan pena dipatahkan, namun semangat justru menyala.

Balai itu adalah peninggalan para Tapol – tahanan politik – dari era Orde Lama, yang dibuang ke Buru tanpa pengadilan. Di antara mereka, berdirilah Pramoedya Ananta Toer, sastrawan besar negeri ini, yang mengukir kata demi kata di tengah tanah asing, dalam pengasingan yang justru melahirkan karya abadi. Di sinilah, di sela-sela kerja paksa dan pengawasan ketat, Pram pernah menyemai benih-benih kebudayaan. Ia bersama rekan-rekannya merintis ruang ini sebagai tempat untuk tetap menjadi manusia – berkesenian, berdiskusi, membaca, melukis, dan mempertahankan nalar.

Anak-anak Savanajaya kadang bermain di pelatarannya, tidak sadar bahwa lantai yang mereka injak pernah menjadi tempat berdirinya orang-orang yang dianggap “musuh negara”. Mungkin mereka tak tahu nama Pramoedya, tapi mereka sedang menapaki ruang yang pernah menyaksikan kelahiran ide dan perlawanan dalam diam.

Kini, Balai Kesenian itu telah mengalami sejumlah perbaikan. Ada dinding yang ditambal, atap yang diganti, dan tiang yang diperkuat. Namun jiwa tempat ini tak berubah. Ia tetap berdiri tegak – dengan luka-luka masa lalu yang tak sepenuhnya disembuhkan, tapi juga tak disembunyikan. Ia menolak dilupakan.

Balai Kesenian Savanajaya bukan bangunan biasa. Ia adalah memori kolektif—penjaga sunyi dari sebuah masa ketika manusia harus memilih: tunduk atau tetap merdeka dalam pikiran.

Dan hingga hari ini, ia masih berdiri. Tidak runtuh. Tidak menyerah. Seperti semangat mereka yang pernah diasingkan, tapi tak pernah hilang…

Scroll to Top